Sabtu, 12 Februari 2011

BEYOND SHOES AND SOCIETY

            Entah kenapa saya tiba-tiba tertarik untuk membahas sepatu terutama kaitannya dalam kehidupan sosial. Modernitas yang menyentuh masyarakat Indonesia tidak dalam keadaan bertelanjang kaki melainkan memakai sepatu. Dahulu, saat Barat menguasai sebagian besar penjuru dunia ia pun menularkan budaya mereka. Memakai alas kaki merupakan upaya penghormatan bagi diri mereka sendiri serta upaya pembeda dengan kaum budak pada jaman itu.
        Di abad kesembilan belas orang-orang Eropa yang tinggal di luar pusat peradaban Belanda harus melewati garis-garis peradaban lain. Suatu ketika Minke yang merupakan seorang intelektual muda dan sangat modern berkunjung ke sekolah Kedokteran STOVIA, dan ia merasa dipermalukan karena diharuskan melepaskan sepatunya (Pramoedya Ananta Toer: 1985)
        Sejarah lain mengatakan bahwa pada tahun sekitar 1920-an di Bali semua penduduk dilarang untuk memakai alas kaki. Hanya kepala desa dan orang yang dipercaya di desa itu saja yang memiliki keistimewaan untuk memakai alas kaki.
        Di Indonesia pada masa kolonial Belanda sepatu tetap menjadi penanda modernitas dan status yang sangat langka komoditasnya. Kemudian baru di era 1960-an sandal dari karet secara besar-besaran dapat dimiliki oleh semua orang, namun hal ini masih juga merupakan titik modernitas yang rapuh karena sepatu tetap menjadi penanda status. Satu dasawarsa selanjutnya sepatu menjadi penanda kaum urban dan desa, meskipun tersedia secara luas. Ada suatu kategori menarik tentang sepatu kantor yaitu sepatu yang dipakai orang selama jam kerja.
        Meskipun anak-anak sekolah memakai seragam yang sama, sepatu tetap menjadikan penanda status di antara mereka. Jalur yang harus ditempuh dari pendidikan hingga pekerjaan membutuhkan sepatu. Sampai sekarang pun sepatu tetap menjadi salah satu penanda status sosial di masyarakat dalam kaitannya dengan budaya berpakaian. Di film drama yang saya saksikan secara gamblang menyatakan bahwa “sepatu yang indah akan menuntunmu ke tempat yang indah pula”
         Kini, saat arus informasi dan globalisasi merajai kehidupan sosial kita, semakin sadar pula masyarakat tentang pentingnya pencitraan. Sepatu menjadi senjata ampuh dalam pencitraan yang ingin dibentuk dalam pola pikir. Sebenarnya cukup sepele, tetapi sangat penting. Sesuatu yang kita injak tapi juga sangat diperhatikan. Hemm itu ulasan saya setelah sedikit membaca buku Henk Schulte Nordhlot tahun 1997 judulnya Outwards Appearances, Dressing State & Social Society in Indonesia. 

1 komentar: